Disusun oleh : Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Kebenaran mutlak datangnya hanya dari Allâh عزوجل . Oleh karena itu al-haq tidak diambil kecuali dengan petunjuk kitab Allâh dan sunnah Rasul ﷺ . Dan sepantasnya orang-orang yang sudah sampai al-haq kepada mereka untuk menerima dan mengikutinya.
Allâh عزوجل telah memuji orang-orang yang beriman karena mereka mengkuti al-haq, Dia berfi rman:
﴿ ۞ اَفَمَنْ يَّعْلَمُ اَنَّمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ اَعْمٰىۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِۙ ﴾
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (QS. ar-Ra’du/13: 19)
Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata tentang ayat ini: “Maka tidaklah sama orang yang meyakini kebenaran yang engkau bawa –wahai Muhammad ﷺ – dengan orang yang buta, tidak mengetahui dan memahami kebaikan, seandainya memahami, dia tidak mematuhinya, tidak mempercayainya, dan tidak mengikutinya”. (Tafsir al-Qur’anil ‘Azhim, surat . ar-Ra’du/13: 19)
DI ANTARA SIFAT ORANG BERIMAN
Oleh karena itu di antara sifat orang beriman menurut Allâh di dalam kitab suci-Nya adalah: mendengar dan taat kepada hukum Allâh danRasul-Nya. Allâh عزوجل berfirman:
﴿ اِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذَا دُعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ اَنْ يَّقُوْلُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَاۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ﴾
Sesungguhnya jawaban orang-orang Mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allâh dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili diantara mereka ialah ucapan “Kami mendengar dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. An-Nur/24:51)
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, seorang pengajar tafsir di Masjid Nabawi, Madinah, berkata: “Yakni: Tidak ada perkataan yang diucapkan oleh orang-orang yang beriman yang sebenarnya, jika mereka diseru kepada kitab Allâh dan Rasul-Nya, agar Rasul mengadili di antara mereka, kecuali perkataan: “Kami mendengar dan kami patuh”. Maka mereka menyambut seruan, menyerah kepada al haq”. (Aisarut Tafasir Li Kalamil ‘Aliyil Kabir, surat An Nur: 51)
MEMBANTAH AL-QUR’AN MERUPAKAN KEKAFIRAN
Namun umumnya manusia tidak peduli terhadap kebenaran, tidak mau mencarinya, dan tidak menelitinya. Sehingga mereka berkubang di dalam kesesatan dengan sadar atau tanpa sadar. Bahkan sebagian mereka berani mendebat dan menolak kebenaran yang datang dari Allâh عزوجل . berfirman:
﴿ مَا يُجَادِلُ فِيْٓ اٰيٰتِ اللّٰهِ اِلَّا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ﴾
Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang kafir. (QS. Ghafir/40: 4)
Imam al-Qurthubi رحمه الله (wafat 671 H) menjelaskan ayat ini dengan perkataan, “Allâh Yang Maha Suci telah menetapkan kekafi ran terhadap orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allâh. Yang dimaksudkan adalah memperdebatkan dengan batil. Yaitu mencela ayat-ayat Allâh, dan berniat membatalkan kebenaran, serta memadamkan cahaya Allâh. Hal ini ditunjukkan dengan firman Allâh : “Dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu” (QS. Ghafir/40: 5)
Adapun memperdebatkan tentang ayat-ayat Allâh untuk menjelaskan sesuatu yang samar, dan menguraikan sesuatu yang susah difahami, perdebatan ulama untuk mengambil kesimpulan makna-maknanya, dan untuk membantah orang orang yang menyimpangkannya dan menyimpang darinya, maka merupakan jihad yang paling agung di jalan Allâh. Dan telah lewat makna ini di dalam surat al-Baqarah pada firman Allâh, “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Rabbnya (Allah)”. (QS. Al-Baqarah/2: 258) (Tafsir al-Qurthubi, 15/292)
Maka lihat bagaimana sebagian orang sekarang mendebat syari’at Islam, mendebat hudud, mendebat hukum poligami, dan lain-lain. Maka sesungguhnya mereka adalah orang-orang akan celaka, jika tidak bertaubat kepada Allâh عزوجل .
Sesungguhnya orang-orang yang mendebat al-Qur’an, mendebat hukum-hukum Allâh, adalah orang-orang sombong yang dimurkai oleh Allâh . Allâh عزوجل berfi rman:
﴿ ۨالَّذِيْنَ يُجَادِلُوْنَ فِيْٓ اٰيٰتِ اللّٰهِ بِغَيْرِ سُلْطٰنٍ اَتٰىهُمْۗ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ وَعِنْدَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۗ كَذٰلِكَ يَطْبَعُ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ ﴾
(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayatAllâh tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allâh dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allâh mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang. (QS. Ghafir/40: 35)
Di dalam ayat lain Allâh عزوجل berfirman:
﴿ اِنَّ الَّذِيْنَ يُجَادِلُوْنَ فِيْٓ اٰيٰتِ اللّٰهِ بِغَيْرِ سُلْطٰنٍ اَتٰىهُمْ ۙاِنْ فِيْ صُدُوْرِهِمْ اِلَّا كِبْرٌ مَّا هُمْ بِبَالِغِيْهِۚ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ﴾
Sesungguhhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allâh tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Ghafir/40: 56)
TINGGALKAN ORANG YANG MENDEBAT
Nabi ﷺ membenci perdebatan dan perselisihan. Sikap seorang Mukmin terhadap al-Qur’an adalah menerimanya. Ayat-ayat yang dia fahami maka dia yakini dan dia amalkan. Adapun ayat-ayat yang samar baginya, maka dia mengimaninya, dan menyerahkan kepada orang yang memahaminya. Dia tidak mempertentangkan ayat satu dengan lainnya. Di dalam hadits diriwayatkan:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ -رضي الله عنه – أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ ﷺ قَالَ : نَزَلَ القُرآنُ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ الْمِرَاءُ فِيْ القُرْآنِ كُفْرٌ -ثَلَاثَ مَرَّاتٍ- فَمَا عَرَفْتُمْ مِنْهُ فَاعْمَلُوْا وَمَا جَهِلْتُمْ مِنْهُ فَرُدُّوْهُ إِلَى عَمَلِهِ
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه , bahwa Rasûlullâh ﷺ bersabda: “Al-Qur’an turun dengan tujuh dialek bahasa Arab. Membantah Al-Qur’an adalah kekafi ran -3 kali-. Apa yang kamu ketahui dari al-Qur’an, maka amalkan. Dan apa yang kamu tidak tahu darinya, maka kembalikan kepada orang yang mengetahuinya”. (HR. Ahmad, no. 7805; Abu Dawud, no. 4008. Dishahihkan oleh syaikh Al-Albani di dalam Silsilah Ash-Shahihah, penjelasan hadits no. 1522)
Di dalam hadits lain diriwayatkan bahwa Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash berkata:
خَرَجَ رَسُـــــــــــولُ اللَّهِ ﷺ عَلَى أَصْحَابِهِ، وَهُمْ يَخْتَصِمُوْنَ فِيْ القَدَرِ، فَكَأَنَّمَا يُفْقَأُ فِيْ وَجْهِهِ، حَبُّ الرُّمَّانِ مِنَ الغَضَبِ، فَقَالَ: (( بِهَذَا أُمِرْتُمْ، أَوْ لِهَذَا خُلِقْتُمْ، تَضْرِبُوْنَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ، بِهَذَا هَلَكَتِ الأُمَمُ قَبْلَكُمْ ))
Rasûlullâh ﷺ keluar kepada para sahabatnya, mereka sedang berbantahan tentang qadar (takdir). Urat leher Beliau ﷺ menjadi merah dengan sebab marah. Lalu Beliau ﷺ bersabda: “Apakah untuk ini kamu diperintahkan, atau apakah untuk ini kamu diciptakan. Kamu membenturkan sebagian al-Qur’an dengan sebagian lainnya? Dengan inilah umat-umat sebelum kamu menjadi binasa!”. (HR. Ibnu Majah, no. 85; Syaikh Al-Albani menyatakan “Hasan Shahih”)
Oleh karena itu banyak hadits-hadits Nabi ﷺ yang menganjurkan meninggalkan perdebatan, walaupun dia dalam keadaan benar.
عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ : ” أَنَا زَعِيْمٌ بِبَيْتٍ فِيْ رَبَضِ الجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ المِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا، وَبِبَيْتٍ فِيْ وَسَطِ الجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِيْ أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ”.
Dari Abu Umamah رضي الله عنه , dia berkata: Rasûlullâh ﷺ bersabda: “Aku menjamin dengan sebuah rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan, walaupun dia berkata benar. Aku menjamin dengan sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta, walaupun dia bergurau. Aku menjamin dengan sebuah rumah disurga yang tertinggi bagi orang yang membaguskan akhlaqnya”. (HR. Abu Dawud, no. 4800. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
Walaupun ada juga perdebatan yang terpuji, yaitu perdebatan dengan cara yang baik, untuk membela kebenaran, sebagaimana Allâh عزوجل berfirman:
﴿ اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ ﴾
Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (QS. An-Nahl/16: 125)
Namun hal itu hanyalah dilakukan oleh orang orang ahli. Demi keselamatan bagi agamanya hendaklah seseorang meninggalkan perdebatan yang banyak keburukannya, sebagaimana dijelaskan para ulama, wallâhu a’lam. [ ]
Majalah As-Sunnah
EDISI 11/TAHUN. XXII/RAJAB 1440H/MARET 2019M